ADSENSE 336 x 280
Ketua Bravo 5 Milenial Thadaru Yusra Purnama (keenam kanan) saat gladi bersih nobar debat perdana Pilpres 2019 di Gedung Darmapala, Kedaton, Bandarlampung, Kamis (17/1/2019). Foto: Muzzamil
Bandar Lampung, Kejarfakta.com - H+2 pascadebat, Sabtu (19/1/2019) ini, perbincangan publik seluruh lapisan strata sosial masih hangat, mulai komentar pedas bikin naik tensi dan adu urat, hingga adu senyum antar relawan beda jagoan meski saling silang pendapat, terangkum bak kepingan postulat.
Sejurus, tanpa sadar upaya kreatif banyak orang merekam digital jalannya proses penting Debat Pertama Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Pemilu 2019 bertema Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme, di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/1/2019) justru larut jadi rekam digital itu sendiri.
Aksi nonton bareng (nobar) seantero negeri, atas presisi debat kandidat sebagai salah satu metode kampanye pemilu modern, turut memperkaya 'ghirah elektoral' yang diyakini KPU dapat meningkatkan besaran 77,5 persen target partisipasi politik dari sekitar 193 juta pemilih Pemilu 2019.
Sekian banyak rekam digital nobar tercatat, pilihan redaksi jatuh pada suara anak muda satu ini, yang membuat kening berkernyit sesaat, lantaran sorotan isu seksi yang jadi daya pikatnya cermati usai debat.
Deradikalisasi. Temanya agak berat, 'Dilan pun takkan kuat, biar dia saja', mewakili suara ketat, unsur pemilih muda, pemilih pemula yang dengan rentang usianya, kadang masih suka ambil nekat.
Dialah Thadaru Yusra Purnama, Ketua Bravo 5 Milenial Lampung, organ sayap Bravo 5. Akrab disapa Daru, yang Kamis (17/1/2019) lalu sukses mengorganisir nobar debat perdana pilpres yang dihelat Bravo 5 Lampung, di sekretariatnya, Gedung Darmapala.
Nama bangunan dua lantai di Jalan Pagar Alam 61 (Gang PU), Kedaton, Bandarlampung, yang diambil dari nama LBH Darmapala besutan mendiang Alfian Husin --pendiri Yayasan Alfian Husin, yang kini sekaligus jadi markas pemenangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.
Ketua Bravo 5 Lampung Andi Desfiandi sepertinya tak salah pilih. Memercayai tampuk kepemimpinan sayap organ yang dikomandoinya pada mahasiswa FISIP Unila yang baru berusia 19 tahun ini. Milenial banget!
Jum'at (18/1/2019) kemarin, Daru kembali menghubungi redaksi, bicara blak-blakan soal pandangan kritis dan analisis politiknya usai nobar. Meski mengaku tak sepenuhnya puas atas hasil debat, namun menurutnya, overall paslon pejawat Jokowi-Ma'ruf Amin, relatif unggul satu agregat.
Dia menilai, dari jalannya debat terlihat paslon Prabowo-Sandi menjawab yang tidak sesuai dengan inti pertanyaan. "Kedua kubu juga saling serang isu, tapi terlihat Jokowi-Amin yang paling mendalami materi. Ketika disinggung tentang HAM, terorisme dan korupsi pun Prabowo-Sandi sulit membantah, ada terpaut dengan beban masa lalu terkait isu itu," ujarnya menganalisis.
Disinggung isu debat paling seksi
ADSENSE Link Ads 200 x 90
di mata anak muda yang ikut hadir nobar Bravo 5 Milenial, ia pun menyeru, "deradikalisasi! Itu yang urgen saat ini."
Mendapati redaksi balik tanya, dari jawaban yang dipaparkan cawapres 01 Ma'ruf Amin-kah, ia lantas mengiyakan.
"Iya betul. Menurut saya itu strategi yang sangat bijak untuk melakukan pencegahan dan menyelesaikan masalah radikalisme. Narasi paslon 01 lebih komprehensif, bicara dari akar persoalan," kata dia.
Daru cenderung setuju pendapat Kiai Ma'ruf, program penanggulangan radikalisme dan terorisme mesti dilakukan sesuai basis persoalannya, apakah itu akarnya problem ekonomi, pemahaman agama, maupun sosial.
Mindset di kalangan instrumen negara dan masyarakat Indonesia juga perlu diluruskan kembali, tentang hakikat jihad yang sesuai ajaran agama mana pun, serta bahaya dan dampak serius terorisme yang jadi musuh bersama warga dunia.
Menariknya, Daru memberi antitesis soal patut dipertimbangkannya opsi pembentukan lembaga negara khusus penanganan deradikalisasi. "Menurut saya, mungkin harus didirikan lembaga khusus untuk deradikalisasi."
Kendati telah ada instrumen negara, Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) di bawah koordinasi Kemenko Polhukam, sekaligus demi tak jadi blunder baru bagi pemerintah saat ini, di tengah semangat Presiden Jokowi terus bergerak mendorong perampingan birokrasi negara yang inefektif dan tidak perlu, dia punya dalih tersendiri.
"Dampak dari radikalisme bukan hanya terorisme semata. BNPT dengan segenap keterbatasan sumber dayanya hanya menanggulangi soal terorisme. Tidak semua terorisme akibat dari radikalisme," tangkisnya.
Dia meyakini, dengan membentuk lembaga baru khusus penanganan deradikalisasi itu, akan mampu dan cukup efektif meredam deradikalisasi post-radikalisme yang jadi agenda setting intelijen internasional terkait perang asimetris. "Yakin sekali."
"Kita punya banyak intel, Babinsa, Babinkamtibmas, ormas, manfaatkan (kinerja) untuk bekerja sama dengan badan deradikalisasi tersebut. Saya rasa kalau pertahanan internal soft-power kita kuat, kita bisa men-defense negara kita dari ancaman agitasi dan propaganda kekuatan asing itu," tandasnya coba meyakinkan.
Meski kinerja institusi pertahanan dan keamanan negara diakui telah all out menanggulangi radikalisme dan terorisme, mulai kinerja pencegahan di sektor hulu hingga pemberantasan di hilir, ia keukeuh dengan argumennya.
"Intelijen TNI, Polri, dan BIN, serta diperkuat BNPT yang dimonitor ketat Kemenko Polhukam, juga Kemendagri, dan Kemenhan sudah maksimal. Yang kita butuhkan itu menderadikalisasi kelompok-kelompok radikal itu."
Jika nantinya lembaga ini dibentuk pemerintah dengan persetujuan parlemen, imbuh dia, kekuatan intelijen negara tetap pada jalur tupoksinya, dan proses eksekusi lanjutan mitigasi risiko dan penatalaksanaan program deradikalisasinya jadi kewenangan lembaga khusus tersebut.
Redaksi kembali mempertajam tanya. Jadi tak cukup dieksekusi hanya oleh BNPT yang telah demikian progresif melakukan seluruh portofolio program penanggulangan terorisme akibat paparan radikalisme semata? "Iya, kita butuh yang lebih dari BNPT," imbuhnya yakin.
Dasar anak muda, Daru pun tak dapat menahan kata saat redaksi menyelia, terkait penampilan salah satu moderator debat, Ira Koesno. "Kalau Kak Ira sih udah gak perlu dikomentari lagi. Cantik, tegas. Andai aja seumuran," ia menyela seraya tertawa.
Ada rencana gelar nobar debat kedua, 17 Februari? "Insyaallah, kami akan rutin mengadakan nobar semua rangkaian debat di Pilpres 2019 ini," Daru memungkasi keterangannya. [red/mzl]
from berita lampung | beritaonline | berita lampung barat | KejarFakta.com http://bit.ly/2FLpZYo
via IFTTT
ADSENSE 336 x 280
dan
ADSENSE Link Ads 200 x 90
Mendapati redaksi balik tanya, dari jawaban yang dipaparkan cawapres 01 Ma'ruf Amin-kah, ia lantas mengiyakan.
"Iya betul. Menurut saya itu strategi yang sangat bijak untuk melakukan pencegahan dan menyelesaikan masalah radikalisme. Narasi paslon 01 lebih komprehensif, bicara dari akar persoalan," kata dia.
Daru cenderung setuju pendapat Kiai Ma'ruf, program penanggulangan radikalisme dan terorisme mesti dilakukan sesuai basis persoalannya, apakah itu akarnya problem ekonomi, pemahaman agama, maupun sosial.
Mindset di kalangan instrumen negara dan masyarakat Indonesia juga perlu diluruskan kembali, tentang hakikat jihad yang sesuai ajaran agama mana pun, serta bahaya dan dampak serius terorisme yang jadi musuh bersama warga dunia.
Menariknya, Daru memberi antitesis soal patut dipertimbangkannya opsi pembentukan lembaga negara khusus penanganan deradikalisasi. "Menurut saya, mungkin harus didirikan lembaga khusus untuk deradikalisasi."
Kendati telah ada instrumen negara, Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) di bawah koordinasi Kemenko Polhukam, sekaligus demi tak jadi blunder baru bagi pemerintah saat ini, di tengah semangat Presiden Jokowi terus bergerak mendorong perampingan birokrasi negara yang inefektif dan tidak perlu, dia punya dalih tersendiri.
"Dampak dari radikalisme bukan hanya terorisme semata. BNPT dengan segenap keterbatasan sumber dayanya hanya menanggulangi soal terorisme. Tidak semua terorisme akibat dari radikalisme," tangkisnya.
Dia meyakini, dengan membentuk lembaga baru khusus penanganan deradikalisasi itu, akan mampu dan cukup efektif meredam deradikalisasi post-radikalisme yang jadi agenda setting intelijen internasional terkait perang asimetris. "Yakin sekali."
"Kita punya banyak intel, Babinsa, Babinkamtibmas, ormas, manfaatkan (kinerja) untuk bekerja sama dengan badan deradikalisasi tersebut. Saya rasa kalau pertahanan internal soft-power kita kuat, kita bisa men-defense negara kita dari ancaman agitasi dan propaganda kekuatan asing itu," tandasnya coba meyakinkan.
Meski kinerja institusi pertahanan dan keamanan negara diakui telah all out menanggulangi radikalisme dan terorisme, mulai kinerja pencegahan di sektor hulu hingga pemberantasan di hilir, ia keukeuh dengan argumennya.
"Intelijen TNI, Polri, dan BIN, serta diperkuat BNPT yang dimonitor ketat Kemenko Polhukam, juga Kemendagri, dan Kemenhan sudah maksimal. Yang kita butuhkan itu menderadikalisasi kelompok-kelompok radikal itu."
Jika nantinya lembaga ini dibentuk pemerintah dengan persetujuan parlemen, imbuh dia, kekuatan intelijen negara tetap pada jalur tupoksinya, dan proses eksekusi lanjutan mitigasi risiko dan penatalaksanaan program deradikalisasinya jadi kewenangan lembaga khusus tersebut.
Redaksi kembali mempertajam tanya. Jadi tak cukup dieksekusi hanya oleh BNPT yang telah demikian progresif melakukan seluruh portofolio program penanggulangan terorisme akibat paparan radikalisme semata? "Iya, kita butuh yang lebih dari BNPT," imbuhnya yakin.
Dasar anak muda, Daru pun tak dapat menahan kata saat redaksi menyelia, terkait penampilan salah satu moderator debat, Ira Koesno. "Kalau Kak Ira sih udah gak perlu dikomentari lagi. Cantik, tegas. Andai aja seumuran," ia menyela seraya tertawa.
Ada rencana gelar nobar debat kedua, 17 Februari? "Insyaallah, kami akan rutin mengadakan nobar semua rangkaian debat di Pilpres 2019 ini," Daru memungkasi keterangannya. [red/mzl]
from berita lampung | beritaonline | berita lampung barat | KejarFakta.com http://bit.ly/2FLpZYo
via IFTTT
0 Response to "Wah, Ada Milenial 19 Tahun Bicara Deradikalisasi?"
Post a Comment